Kelola Konflik dengan Cantik
Masalah sekecil apapun dalam
rumah tangga berpotensi memunculkan konflik besar yang mengarah pada prahara
rumah tangga.
Menurut Yati Utoyo Lubis, MA
Psikolog UI, bila salah satu pasangan jorok, sementara yang lainnya sangat rapi
itu saja sudah bisa memunculkan konflik, Dengan catatan masalah tersebut
dibiarkan berlarut-larut hingga berbalut emosi dan panas hati. Oleh karena itu,
pasangan suami istri perlu menata masalah agar tidak berujung pada konflik. Apa
saja kiat-kiatnya?
Begitu merasa ada masalah,
sebelum mengambil keputusan dan tindakan lanjutan, berhentilah sejenak.
"Coolingdown dululah, sebagai langkah awal untuk menata emosi, agar hati
menjadi tenang," kata Ustadz Amang Syafruddin
Dalam tahapan ini, lanjutnya
cobalah bertanya pada diri sendiri, berpikir tentang masalah yang dihadapi,
benar-benar perlukah dipermasalahkan? bisa jadi, setelah direnungkan, masalah
yang dirasakan hanya sekedar luapan emosi sesaat. Mudah diatasi dengan
memaafkan atau meminta maaf. Dalam masa tenang ini, kita mempunyai kesempatan
untuk intropeksi diri, apa sebab hal itu menjadi masalah? Masalah bagi siapa?
bagi saya atau bagi pasangan?
Psikolog Universitas Islam
Indonesia Fauzil Azhim mengungkapkan, kita harus selalu siap mengevaluasi
masalah niat, tujuan dan orientasi pernikahan selama ini, jika suatu saat nanti
berhadapan dengan masalah dalam perkawinan. Ia menjelaskan, dari sebagian besar
kasus rumahtangga yang dirinya tangani adalah berawal dari persoalan niat,
tujuan dan orientasi pernikahan yang tidak tepat. Jadi tanyakanlah kepada diri
sendiri, apakah nilai-nilai agama sudah menjadi landasan anda dalam mengarungi
bahtera rumahtangga? Apakah problem anda muncul, karena anda sudah menyimpang
dari tujuan dan orientasi pernikahan yang Islami?
Mengapa Rasulullah menjadikan
agama sebagai orientasi utama, yang perlu diambil seseorang saat memilih
pendamping hidup, disamping alasan harta, fisik dan faktor keturunan. Ustadz
Amang menambahkan, Orientasi ini akan menjadi panglima bagi upaya penyelesaian
konflik dalam rumahtangga. Apakah semua konflik suami istri bisa diselesaikan
dengan berpegang pada harta yang banyak? Atau fisik yang rupawan dan faktor
keturunan seperti misalnya campur tangan mertua?
Ternyata, kata Ustadz Amang
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Qudwah, yang bisa mengatasi semua konflik
rumah tangga adalah faktor agama seseorang. Bila orientasi pernikahannya
mengacu pada kehendak Allah, berlandaskan pada nilai-nilai agama, maka setiap
persoalan dapat diatasi tanpa menunggu hadirnya konflik. Misalnya, lewat
nasihat, kesabaran, rasa cukup, tidak berburuk sangka, cek and ricek(tabayun),
akhlak yang mulia dan lain-lain.
Bila masalah yang muncul masih
dianggap cukup mengganggu, sebiknya jangan menunggu hingga berlarut-larut,
apalagi sampai meninggikan ego dengan berpikir, seharusnya dia ngerti dong
kalau aku ada masalah, seharusnya dia mikir dong..., seharusnya dia merasa
dong...
"Manusia itu kan tidak
mampu membaca pikiran," ujar Yati Utoyo Lubis
Untuk itu, Yati mengatakan
begitu ada yang tidak pas, tidak setuju, ada konflik kepentingan, cobalah
dikomunikasikan. Jangan sampai menunggu pasangan sampai peka, lebih baik if
we have something, sebaiknya kasih tahu saja. "Biasanya masalah memang
terasa banyak, tapi cobalah untuk mengurai satu-persatu lewat komunikasi yang
santun yang perlu diingat, komunikasi bukan hanya sekedar memberitahu, tapi
berlaku dau arah yaitu mau mendengarkan," ungkapnya.
Sementara itu, Fauzi Fahmi
mengungkapkan siapa saja yang merasa bersalah terlebih dahulu, maka ia memiliki
amanah paling awal mengingatkan pasangannya atau membenahi rumah tangganya.
"Jadi bukan hanya
menyalahkan pasangan atau berharap pasangan mau mengakui kesalahannya, tapi
harus bisa menunjukan jalan untuk menuju rumah tangga yang lebih indah,
bersahabat dan bertabur kebaikan, " tegasnya.
Ia menilai memendam masalah
berlarur-larut, ibarat membuat tumpukan bom yang sewaktu-waktu dapat meledak
dan mengguncang rumah tangga. Sehingga menimbulkan dampak negatif, seperti
hilangnya kepercayaan, depresi bahkan putus asa.
Adakalanya konflik suami istri
sudah semakin akut sehingga sulit untuk diselesaikan. Dalam situasi seperti ini
diperlukan seorang penengah yang bisa bersikap netral, misalnya orang tua,
mertua, Ustadz, BP4 atau psikolog. Namun, Yati Utoyo Lubis menyatakan sebelum
kita meminta bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalah, sebaiknya masalah
itu diselesaikan dulu sendiri. Maksimalkan dulu usaha kita, karena ini
merupakan tanggungjawab orang berumah tangga untuk mempertahankan
pernikahannya.
Menurut Ustadz Amang, penengah
yang dapat dipilih adalah orang yang berpandangan objektif dan adil dalam
menimbang masalah. dalam surat annisa ayat 35 dikatakan diutuslah dua orang
hakim, yang bermakna dari pihak istri dan pihak saumi yang bisa menengahi
masalah. Bila keduanya benar-benar berkeinginan kuat untuk ishlah, Insyaallah
hubungan suami-istri ini akan membaik.
Sangatlah wajar jika dalam
sebuah konflik masing-masing pihak merasa paling benar, dan karenanya dirinya
harus memperoleh kemenangan. Tetapi, tambah Yati kelanggengan pernikahan sangat
dipengaruhi oleh banyaknya toleransi yang terbangun antara suami istri, yang
kadang diartikan sebagai mengalah.
Memilih mengalah jelas Yati,
tidak akan menjadi masalah, bila diambil untuk memperoleh kebaikan, karena
dengan bertoleransi kita sadar bahwa apa yang kita harapkan tidak selalu sama
dengan apa yang kita terima. "Bukankah ketika menikah kita pun sudah
bertekad untuk menerima pasangan apa adanya?" ungkapnya.
Tentu saja tambah Yati, yang
terbaik adalah mengalah dalam rangka memperbaiki situasi, dan harus dilakukan
oleh kedua belah pihak dengan keikhlasan. Jadi bukan hanya sekedar terpaksa
mengalah atau harus selalu mengalah. Sehingga yang akan terjalin di antara
pasangan suami istri adalah klausul, "Sometimes dia menang, sometime kita
yang menang..." katanya.
Tulisan ini diambil dari Majalah
Ummi No. 2/XVI Juni-Juli 2004/1425 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar