“Kalian menyangkanya remeh,
padahal hal tersebut dalam pandangan Allah adalah penting.” (An Nur: 15)
Bila hal ini telah disadari, maka perlu kita ketahui bahwa
mencukur jenggot termasuk perkara yang dilakukan oleh banyak kaum muslim pada
zaman ini. Perbuatan tersebut merupakan sebuah pelanggaran terang-terangan
terhadap petunjuk Nabi, baik berupa ucapan maupun perbuatan beliau.
Pada kesempatan kali ini saya akan berusaha menjelaskan hukum
Lihyah (jenggot) dalam agama. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi kaum
muslimin, terutama bagi yang masih suka mencukur jenggotnya.
Hukum memelihara jenggot adalah wajib atas setiap muslim laki-laki, baligh
dan berakal. Karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah mewajibkannya,
memerintahkan untuk memeliharanya, serta melarang untuk mencukur dan
merapikannya.
“Cukur habislah kumis dan peliharalah jenggot.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits-hadits diatas dalam perintah, sehingga hukumnya adalah wajib.
“Sepuluh perkara termasuk
fitrah, yaitu menggunting kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq
(menghirup air dengan hidung), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut
bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan istinja’” (HR. Muslim)
“Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhu berkata, dari Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam sungguh beliau memerintahkan untuk mencukur
kumis dan memelihara jenggot.” (HR. Muslim)
Ketika kisra (penguasa persia) mengutus dua orang untuk
menemui Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka menemui beliau dalam keadaan
jenggot tercukur dan kumis lebat. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak
suka melihat keduanya. Beliau bertanya, “Celaka
kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini?.” Keduanya berkata, Rabb kami (kisra) memerintahkan kami
seperti ini”. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda “akan tetapi Rabbku memerintahkan untuk memelihara jenggotku dan menggunting kumisku.” (HR. Thabrani, hasan)
Wahai orang yang mencukur jenggot renungkanlah…
Bagaimana pendapatmu apabila Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
melihatmu dalam keadaan jenggotmu tercukur, lalu dia berkata kepadamu “Celaka
kamu! Siapa yang memerintahkan kamu seperti ini?
Apakah kalian juga akan menjawab “Kami melihat pemimpin-pemimpin kelompok kami mencukur jenggot,
maka kamipun mengikutinya.” Sungguh ini
adalah jawaban yang sangat buruk, itu sama saja engkau mempertuhankan
pemimpinmu.
Pembaca yang budiman, kami ingatkan anda dengan hadits
berikut. Dari Ats’asy bin Salim, beliau berkata: Aku mendengar bibiku bercerita
dari pamannya, beliau berkata, “Ketika
aku berjalan menyusuri kota Madinah, tiba-tiba ada seseorang dibelakangku yang
berkata, “Tinggikan sarungmu! Karena itu lebih menunjukkan kepada ketaqwaan!”
ternyata dia adalah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, aku lantas berkata
“Wahai Rasulullah, ini hanyalah sebuah kain yang indah.” Beliau bersabda “Tidakkah di dalam diriku terdapat keteladanan?” setelah kupandang ternyata sarung beliau itu hingga
pertengahan betis.” (HR. Tirmidzi, shahih)
Sekali lagi renungkanlah yaa.. ikhwan
Jawaban apa yang akan engkau berikan ketika engkau mulai
beralasan dihadapan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam lantas beliau berkata
kepada engkau “Tidakkah di dalam
diriku terdapat keteladanan?”
Dalam hadits yang telah lalu disebutkan bahwa Allah-lah yang
telah memerintahkan kita untuk memelihara jenggot. Sebagaimana yang sudah
menjadi keyakinan kita, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah Dzat yang paling
tahu tentang segala sesuatu yang indah, bagus dan bermanfaat bagi para
mahluknya, dan sungguh Dia tidak akan menyuruh kita untuk melakukan hal yang
buruk, tercela dan membahayakan. Maka wajib bagi kita untuk meyakini bahwa
perintah untuk memelihara jenggot ini adalah perkara yang sangat bagus, indah
dan mengandung kemanfaatan.
Allah Yang Maha Mulia telah berfirman
“Maka apakah pantas orang yang dijadikan terasa indah
perbuatan buruknya, lalu menganggap baik perbuatannya itu? Sesungguhnya Allah
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia
kehendaki.” (Fathir:
“Sesungguhnya binatang
(mahluk) yang seburuk-buruknya disisi Allah adalah orang-orang pekak dan tuli
yang tidak mengerti apa-apa. Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada
mereka tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah
menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang
mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).” (Al Anfal: 22-23)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar