Hasad (Dengki, iri hati, hasut) adalah penyakit lama yang telah mencelakakan banyak orang dan menyakiti mereka. Pendengki akan selalu murka dan menindas orang yang tidak berdosa. Karena itu ada pepatah Arab mengatakan, “Allah telah membunuh Hasad, betapa adilnya Dia. Ia (dengki) memulai dengan tuannya sendiri (pendengki) lalu membunuhnya.”
‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Cukuplah bagimu bahwa
pendengki itu menggunakan kesempatan waktu sukamu.”
Allah Ta’ala berfirman dalam sebagian hadits Qudsi, “Pendengki adalah musuh nikmat-Ku, orang yang selalu jengkel terhadap perbuatan-Ku dan tidak rela terhadap pemberian (anugerah)-Ku.”
Orang-orang Arab sering berkata, “Seorang tuan tidak
pernah luput dari seorang pengasih yang selalu memuji dan seorang pendengki
yang selalu mencerca.”
Seorang Ahli fiqih bernama, Abu al-Laits as-Samarqandy
rahimahullahu., berkata, “Ada lima sanksi yang akan sampai terlebih dahulu
kepada si pendengki sebelum hasad (dengki)nya sampai kepada sasaran/targetnya
(orang yang didengki); pertama, kegundahan yang tidak kunjung putus. Kedua,
musibah yang tidak ada nilai pahalanya. Ketiga, celaan yang tidak ada
pujiannya. Keempat, kemurkaan Rabb dan kelima, tertutup baginya pintu mendapatkan
taufiq Allah.
Wahai saudara Muslim, bertakwalah kepada Allah pada
dirimu dan janganlah suka menyakiti orang terhadap apa yang mereka tidak
lakukan dengan cara manipulasi atau pun dusta. Ingatlah hari esok saat engkau
berada di hadapan Allah Ta’ala.
Ingatlah bahwa dunia ini tidak berhak untuk menjadi
tempat mendengki atau saling bermusuhan. Sedangkan engkau wahai orang yang
menjadi sasaran/target (yang didengki), bersabarlah atas penyakit si pendengki
sebab kesabaranmu akan membunuhnya. Ibarat api; bila tidak mendapatkan sasaran
lain, maka akan melahap sebagian dirinya sendiri.
Ambillah pelajaran dari kisah berikut ini dan simaklah
dengan baik:
Menurut suatu
riwayat, ada seorang laki-laki, seorang Arab Badui (pedalaman) datang menemui
Amirul Mukminin, al-Mu’tashim Billah. Lalu kemudian orang ini mendapat tempat
di hati Amirul Mukminin sehingga dijadikan sebagai orang kepercayaannya yang
bisa keluar-masuk istana kapan saja tanpa perlu meminta izin.Di istana, rupanya
ada seorang menteri yang suka dengki terhadap orang lain. Sasarannya kali ini
adalah si orang Badui tersebut. Ia berkata dalam hatinya, “Jika aku tidak
merancang bagaimana cara membunuh si Badui ini, pastilah ia akan semakin
mendapat tempat di hati Amirul Mukmin dan menyingkirkanku.”
Lalu dimulailah siasat liciknya dengan mendekati si orang
Badui, bermanis-manis dengannya hingga mengajaknya bertandang ke kediamannya.
Sesampainya di sana, ia menyediakan untuk tamunya, si orang Badui ini makanan
yang dicampurnya dengan banyak sekali bawang putih. Si orang Badui ini tidak
menyadari siasat licik sang Menteri sehingga ia memakan saja hidangan tersebut.
Tatkala selesai makan, berkatalah sang Menteri kepadanya, “Hati-hati, jangan
terlalu dekat jarakmu dengan Amirul Mukminin kalau berbicara sebab nanti ia
akan mencium bau bawang putih dari mulutmu sehingga ia merasa terganggu. Ia
orang yang sangat anti terhadap bau bawang.”
Dalam waktu yang sama, sang menteri yang pendengki ini
kemudian pergi menghadap Amirul Mukminin guna melancarkan hasutannya. Begitu
hanya tinggal berdua saja dengan Amirul Mukminin, ia berkata, “Wahai Amirul
Mukminin, sesungguhnya si orang Badui itu berkata tentangmu kepada orang-orang
bahwa engkau memiliki bau mulut tak sedap dan ia hampir mati karena bau
tersebut.”
Tak berapa lama,
si Badui datang menemuinya namun tidak seperti biasanya. Ia menutupi mulutnya
dengan lengan bajunya karena takut Amirul Mukminin mencium bau bawang putih
dari mulutnya. Akan halnya, Amirul Mukminin –akibat hasutan sang menteri
pendengki- melihat gejala yang tidak beres dan membenarkan apa yang dikatakan
sang menteri kepadanya mengenai si Badui tersebut.Lalu Amirul Mukminin menulis
surat kepada sebagian pegawainya yang berisi pesan, “Bila suratku ini sampai ke
tanganmu, maka penggallah leher pembawanya.!” Kemudian ia memanggil si orang
Badui dan menyerahkan surat yang ditulisnya seraya berkata, “Pergilah menemui
si fulan dan bawa kepadaku jawabannya.”Tanpa rasa curiga sedikitpun, si Badui
melaksanakan titah tersebut. Ia lalu mengambil surat itu dan membawanya keluar
dari sisi Amirul Mukminin. Baru saja ia muncul di pintu, tiba-tiba sang Menteri
pendengki menemuinya seraya bertanya, “Hendak pergi ke mana engkau.?” “Aku akan
membawa surat Amirul Mukminin ini kepada seorang pegawainya, si fulan,” jawab
si Badui
Sang menteri diam sejenak seraya berkata di dalam
hatinya, “Pastilah dari membawa amanat ini, si Badui akan mendapatkan upah yang
besar.” Maka tak berapa lama, ia berkata lagi kepada si Badui, “Wahai Badui,
bagaimana pendapatmu bila ada orang yang mau meringankan bebanmu membawa surat
ini yang pasti menempuh perjalanan yang melelahkan bahkan memberimu upah
sebesar 2000 dinar.?” “Engkau seorang pembesar dan pemutus perkara. Apa pun
yang engkau pandang baik, maka aku akan melakukannya,” jawab si Badui
“Berikanlah surat itu kepadaku,” kata sang menteri.
“Berikanlah surat itu kepadaku,” kata sang menteri.
Si orang Badui
pun menyerahkan surat itu kepadanya, lalu sang menteri memberinya imbalan
sebesar 2000 dinar. Setelah itu pergilah si pendengki ini membawa surat itu ke
tempat tujuan. Sesampainya di sana, si pegawai yang dimaksud membaca surat
Amirul Mukminin yang berisi pesan agar memenggal leher pembawanya, lalu
memerintahkan agar leher sang menteri tersebut dipenggal.Setelah beberapa hari,
sang khalifah teringat kembali perkara si Badui, lalu bertanya kepada para
pegawainya perihal sang menteri namun mereka memberitahukan bahwa sudah
beberapa hari sang menteri tidak muncul-muncul sedangkan si Badui masih berada
di dalam kota.
Mendengar hal itu, kagetlah sang khalifah lalu
memerintahkan agar si Badui segera dihadirkan ke hadapannya. Tak berapa lama,
datanglah si Badui, lalu ia menanyainya perihal kondisinya. Si Badui pun
menceritakan kejadiannya dari awal soal kesepakatannya dengan sang menteri yang
tanpa sepengetahuan khalifah (alias kesepakatan bahwa yang akan membawa surat
itu adalah sang menteri sedangkan dirinya diimbali dengan 2000 dinar atas hal
itu).
Ternyata, sang
menteri melakukan itu secara makar dan karena rasa dengkinya. Si Badui juga
memberitahu sang khalifah perihal ajakan sang menteri ke kediamannya dan
hidangan yang berisi bawang putih yang banyak, yang dimakannya di sana serta
apa yang terjadi bersamanya saat itu.Maka ketika itu, berkatalah Amirul
Mukminin, “Allah telah membunuh Hasad, betapa adilnya Dia. Ia (dengki) memulai
dengan tuannya sendiri (pendengki) lalu membunuhnya.”Kemudian sang khalifah
mencabut hukuman terhadap si Badui dan malah mengangkatnya menjadi menteri
sedangkan sang menteri sudah beristirahat dengan sifat dengkinya nun di sana…
(SUMBER; Nihaayah azh-Zhaalimiin karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy, Juz.III, no.64, hal.89-92)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar