Penulis: Abu Sa’id Satria Buana (Santri
Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ustadz Abu Sa’ad M.A.
Murojaah: Ustadz Abu Sa’ad M.A.
Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Muslim yang artinya: “Sesungguhnya di dalam tubuh ada
segumpal darah. jika segumpal darah tersebut baik maka akan baik pulalah
seluruh tubuhnya, adapun jika segumpal darah tersebut rusak maka akan rusak
pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah segumpal darah tersebut adalah hati”.
Yang lebih benar untuk penyebutan segumpal darah (القلب ) tersebut adalah jantung, akan tetapi di dalam bahasa Indonesia sudah terlanjur biasa untuk menerjemahkan القلب dengan hati.
Yang lebih benar untuk penyebutan segumpal darah (القلب ) tersebut adalah jantung, akan tetapi di dalam bahasa Indonesia sudah terlanjur biasa untuk menerjemahkan القلب dengan hati.
Maka hati bagaikan raja yang menggerakkan
tubuh untuk melakukan perbuatan-perbuatannya, jika hati tersebut adalah hati
yang baik maka seluruh tubuhnya akan tergerak untuk mengerjakan hal-hal yang
baik, adapun jika hatinya adalah hati yang buruk maka tentunya juga akan membawa
tubuh melakukan hal-hal yang buruk. Hati adalah perkara utama untuk memperbaiki
manusia, Jika seseorang ingin memperbaiki dirinya maka hendaklah ia memperbaiki
dahulu hatinya!!!
Ketahuilah, hati ini merupakan penggerak bagi
seluruh tubuh, ia merupakan poros untuk tercapainya segala sarana dalam
terwujudnya perbuatan. Hati laksana panglima yang memompa pasukannya untuk
melawan musuh atau melemahkan mereka sehingga mundur dari medan peperangan.
Karena hati disifatkan dengan sifat kehidupan dan kematian, maka hati ini juga
dibagi dalam tiga kriteria yakni hati yang mati, hati yang sakit dan hati yang sehat.
Yaitu hati yang selamat, hati yang bertauhid (mengesakan Alloh dalam setiap
peribadatannya), di mana seseorang tidak akan selamat di hari akhirat nanti
kecuali ia datang dengan membawa hati ini, Alloh berfirman dalam surat
as-Syu’ara ayat 88-89 :
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا
مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(Yaitu) hari di mana tidak berguna lagi
harta dan anak-anak kecuali mereka yang datang menemui Alloh dengan hati yang
selamat (selamat dari kesyirikan dan kotoran-kotorannya)”. (QS Asy Syu’ara:
88-89)
Hati yang sehat ini didefinisikan dengan hati
yang terbebas dari setiap syahwat, selamat dari setiap keinginan yang
bertentangan dari perintah Alloh, selamat dari setiap syubhat
(kerancuan-kerancuan dalam pemikiran), selamat dari menyimpang pada kebenaran.
Hati ini selamat dari beribadah kepada selain Alloh dan berhukum kepada hukum
selain hukum Rasul-Nya. Hati ini mengikhlaskan peribadatannya hanya kepada
Alloh dalam keinginannya, dalam tawakalnya, dalam pengharapannya dalam
kecintaannya Jika ia mencintai ia mencintai karena Alloh, jika ia membenci ia
membenci karena Alloh, jika ia memberi ia memberi karena Alloh, jika ia menolak
ia menolak karena Alloh. Hati ini terbebas dari berhukum kepada hukum selain
Alloh dan Rasul-Nya. Hati ini telah terikat kepada suatu ikatan yang kuat,
yakni syariat agama yang Alloh turunkan. Sehingga hati ini menjadikan syariat
sebagai panutan dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Alloh berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian bersikap mendahului Alloh dan Rasul-Nya, bertakwalah kepada
Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS Al Hujurot:
1)
Pemilik hati yang sehat ini akan senantiasa
dekat dengan Al Quran, ia senantiasa berinteraksi dengan Al Quran, ia senantiasa
tenang, permasalahan apapun yang dihadapinya akan dihadapi dengan tegar, ia
senantiasa bertawakal kepada-Nya karena ia mengetahui semua hal berasal dari
Alloh dan semuanya akan kembali kepada-Nya. Di manapun ia berada zikir kepada
Alloh senantiasa terucap dari lisannya, jika disebut nama Alloh bergetarlah
hatinya, jika dibacakan ayat-ayatNya maka bertambahlah imannya. Pemilik hati
inilah seorang mukmin sejati, orang yang Alloh puji dalam Firman-Nya:
يُنَزِّلُ الْمَلآئِكَةَ بِالْرُّوحِ مِنْ
أَمْرِهِ عَلَى مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنذِرُواْ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ
إِلاَّ أَنَاْ فَاتَّقُونِ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِالْحَقِّ تَعَالَى
عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
(sempurna imannya) ialah mereka yang bila disebut nama Alloh gemetarlah hati
mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Allohlah mereka bertawakkal (berserah diri)”.
(An-Nahl : 2-3)
Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Robbnya, ia tidak
menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya, ia tidak menghadirkan setiap
perbuatannya berdasarkan sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya. Hati ini
senantiasa berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan dunia walaupun di
dalamnya ada murka Alloh, akan tetapi hati ini tidak memperdulikan hal-hal
tersebut, baginya yang terpenting adalah bagaimana ia bisa melimpahkan hawa
nafsunya. Ia menghamba kepada selain Alloh, jika ia mencinta maka mencinta
karena hawa nafsu, jika ia membenci maka ia membenci karena hawa nafsu. Alloh
berfirman:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ
وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ
عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا
تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Alloh membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya dan Alloh mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Alloh (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?”. (QS Al Jaatsiyah: 23)
Pemilik hati ini jika dibacakan kepadanya
ayat-ayat Al Quran maka dirinya tidak tergetar, ia senantiasa ingin menjauh
dari Al Quran, ia lebih senang mendengar suara-suara yang membuatnya lalai, ia
lebih senang mendengar nyanyian, mendengar musik, mendengar suara-suara yang
menggejolakkan hawa nafsunya. Pemilik hati ini senantiasa gelisah, ia tidak
tahu harus kepada siapa ia menyandarkan dirinya, ia tidak tahu kepada siapa ia
berharap, ia tidak tahu kepada siapa ia meminta, kehidupannya terombang-ambing,
ke mana saja angin bertiup ia akan mengikutinya, ke mana saja syahwat
mengajaknya ia akan mengikutinya, wahai betapa menderitanya pemilik hati ini!.
Hati ini adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit. Hati ini akan
mengikuti unsur kuat yang mempengaruhinya, terkadang hati ini cenderung kepada
“kehidupan” dan terkadang cenderung kepada “penyakit”. Pada hati ini ada
kecintaan kepada Alloh, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya. Akan
tetapi pada hati ini juga terdapat kecintaan kepada syahwat, ketamakan, hawa
nafsu, dengki, kesombongan dan sikap bangga diri.
Ia ada di antara dua penyeru, penyeru kepada
Alloh, Rasul dan hari akhir dan penyeru kepada kehidupan duniawi. Seruan yang
akan disambutnya adalah seruan yang paling dekat dan paling akrab kepadanya.
Pemilik hati ini akan senantiasa
berubah-ubah, terkadang ia berada dalam ketaatan dan kebaikan, terkadang ia
berada dalam maksiat dan dosa. Amalannya senantiasa berubah sesuai dengan
lingkungannya, jika lingkungannya baik maka ia berubah menjadi baik adapun jika
lingkungannya buruk maka ia akan terseret pula kepada keburukan.
Demikianlah, hati yang pertama adalah hati
yang hidup, khusyu’, tawadhu’, lembut dan selalu berjaga. Hati yang kedua
adalah hati yang gersang dan mati. Hati yang ketiga adalah hati yang sakit,
kadang-kadang dekat kepada keselamatan dan kadang-kadang dekat kepada
kebinasaan.
Maka wahai kaum muslimin!, hendaknya kita
menginterospeksi diri kita sendiri, termasuk dalam golongan yang manakah hati
kita? apakah hati kita termasuk dalam hati yang sehat, hati yang sakit atau
malah hati kita telah mati?. Maka renungkanlah Firman Alloh dalam surat
Al-Kahfi ayat 49:
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ
مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ
لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا
عَمِلُوا حَاضِراً وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَداً
“Dan diletakkanlah kitab (kitab amalan
perbuatan), lalu kamu akan melihat orang-orang berdosa ketakutan terhadap apa
yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab
apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan
ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan hadir
(tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun” (QS Al Kahfy: 49)
Dan sebaliknya Firman-Nya dalam Surat
Al-Kahfi ayat 29-30:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلاً أُوْلَئِكَ لَهُمْ
جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ
أَسَاوِرَ مِن ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَاباً خُضْراً مِّن سُندُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ
مُّتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ
مُرْتَفَقاً
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang
yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. Mereka itulah (orang-orang yang)
bagi mereka surga ‘Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu
mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera
halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas
dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat
yang indah”. (QS Al Kahfy: 29-30)
Wahai zat yang membolak-bolakkan hati,
teguhkanlah hati kami di atas agamamu, wahai zat yang membolak-balikkan hati
tuntunlah hati kami teguh di atas ketaatan kepada-Mu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar